Dari Surabaya untuk Kualitas Pendidikan Indonesia
Oleh Supriyanto, S.Pd., M.M.Pd.

Peningkatan mutu pendidikan di Indonesia sudah merupakan keharusan. Itulah sebabnya berbagai upaya telah dilakukan baik di bidang pendanaan, kelembagaan, maupun bidang yang sangat bersentuhan langsung dengan para siswa di dalam kelas, yaitu kegiatan belajar mengajar. Dalam hal yang terakhir disebut, pemerintah Amerika serikat melalui organisasi yang dikenal sebagai USAID, telah memberikan bantuan kepada Indonesia dengan program yang disebut Dcentralized Based Education (DBE) terdiri dari DBE1, DBE2, dan DBE3. DBE3 merupakan program yang boleh dikatakan langsung bersentuhan dengan kegiatan belajar mengajar di dalam kelas. Tahun 2011 merupakan tahun kelima program tersebut diselenggarakan.
Mengawali tahun 2011, DBE3 kembali digulirkan dengan pertemuan awal di Bandung. Sebagai kelanjutan -- dari DBE3 Review Meeting (rapat reviu) di Hotel Gandasari Bandung (18 Januari 2011) --, rombongan delegasi Kabupaten Indramayu diwajibkan mengikuti DBE3 National Meeting di Hotel J.W. Marriott Surabaya, provinsi Jawa Timur selama 25 – 27 Januari 2011. Rapat di Bandung itu, yang membahas tindak lanjut pertemuan di Medan, Sumatera Utara, merupakan persiapan sebelum rapat di Surabaya. Jadi, agenda di Surabaya sendiri merupakan kelanjutan dari pertemuan di Medan setahun lalu. Saat itu, Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu diwakili oleh H. Muhammad Rakhmat, S.H., M.H. (Kepala Dinas Pendidikan) dan H. Mas’ud, M.Pd. (Kabid Dikdas Dinas Pendidikan). Untuk me-“matang”-kan perencanaan di Medan dan Bandung itulah di Surabaya dilakukan kembali rapat review dan perencanaan nasional. Hadir dalam rapat itu delegasi dari enam provinsi dan 40 kabupaten/kota seluruh Indonesia yang menjadi target DBE3.
Secara jelas dinyatakan oleh panitia bahwa terdapat tiga tujuan DBE3 National Meeting di Hotel J.W. Marriott Surabaya. Pertama, meningkatkan peran pihak daerah dalam memantapkan dan mengembangkan inovasi DBE3. Kedua, sebagai kelanjutan dari telah diadakannya rapat-rapat tingkat daerah dan nasional untuk penyusunan rencana rapat nasional (terakhir pada bulan Agustus 2010). Dan, ketiga, rapat di Surabaya akan dijadikan kesempatan untuk: mendengarkan cerita keberhasilan dari daerah-daerah dalam melaksanakan rencana, serta masalah yang dihadapi, dan meninjau kembali bahkan jika perlu mengembangkan lebih lanjut rancana yang sudah dibuat.
Persiapan Keberangkatan
Perencanaan boleh saja dianggap “matang”, namun tidak semua hal dapat berjalan mulus. Perjalanan delegasi Kabupaten Indramayu -- Dian Rahadian, M.Si. (wakil dari DBE 3 Indramayu), H. Ahmad Khudzaifah, S.Pd.I. (wakil dari DPRD Indramayu), Drs. Asep RM (wakil dari Bappeda Indramayu), Drs. Ihya Ulumudin (wakil dari Kementerian Agama Kabupaten Indramayu), A. Sudalim Gymnasthiar, M.Pd. (Kepala Seksi Kurikukulum Bidang Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan Kab. Indramayu), dan penulis sendiri meskipun sudah berangkat sepagi mungkin terkendala oleh kerusakan rel kereta api di daerah Kabupaten Karawang. Kereta Api Cirebon Ekspress yang kami tumpangi “ngaret” lebih dari dua jam dari jadwal seharusnya.
Untuk mengantisipasi hal yang tak diinginkan, kami memutuskan memundurkan jadwal penerbangan dari Cengkareng ke Surabaya yang semula jam 13.00 menjadi jam 18.00. Alhamdulillah sekitar jam 19.03 WIB pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 324 mendarat tanpa hambatan di bandara internasional Juanda.
Keterlambatan membuat kami tak optimal mengikuti acara pembukaan dan perkenalan di Royal Ballroom lantai 2. Setelah perkenalan panitia memberikan penjelasan program dan pemutaran video. Namun yang terpenting memang bukan itu. Acara inti ada pada keesokan harinya.
Tentang Program DBE3
DBE3 merupakan singkatan dari Decentralized Basic Education 3. Program yang didanai oleh pemerintah Amerika Serikan di bawah bendera USAID ini telah berjalan sejak tahun 2005. Kegiatan yangdilaksanakan difokuskan pada program-program pendidikan tingkat SMP-MTs baik formal maupun non-formal.
Sejak tahun 2009 fokus utama program DBE3 adalah kepada peningkatan mutu dan relevansi pendidikan formal di SMP dan MTs. Pendekatan yang digunakan adalah whole school approach dalam mengubah sekolah. Dengan demikian semua guru yang mengajarkan mata pelajaran pokok (Bahasa Indonesia, Matematika, Bahasa Inggris, IPA, dan IPS) dilatih secara bersamaan dengan kepala sekolah dan pengawas. Untuk keperluan melatih para guru dan kepala sekolah di sekolah-sekolah mitra, terlebih dahulu dilatih Tim Fasilitator Daerah.
Berkat pelatihan-pelatihan yang diberikan oleh DBE3 telah terjadi banyak perubahan baik dari segi peran guru dan siswa dalam pembelajaran maupun dari segi peningkatan lingkungan kelas. Untuk segi yang pertama, terdapat beberapa indikator yang tampak: guru cenderung memberikan tugas-tugas yang menantang kepada para siswa, selalu mendorong terjadinya interaksi antarsiswa, guru lebih berperan sebagai fasilitator daripada penceramah tunggal, para siswa terbiasa berpikir dan mampu menuliskan pikirannya sendiri, dan semakin banyaknya dilakukan penilaian formatif. Sementara itu dari segi lingkungan kelas, indikator yang tampak misalnya: para siswa menjadi terbiasa bekerja dan belajar dalam posisi duduk berkelompok, di ruangan kelas menjadi lebih terbiasa dipajang hasil karya siswa, dan menjadi semakin beragamnya sumber-sumber belajar bagi siswa.
Mengingat besarnya perubahan yang telah dilakukan dan masih dirasakan pentingnya kehadiran DBE3, maka program tersebut mengalami perpanjangan selama 12 bulan, yaitu sampai 31 Desember 2011. Tentu saja hal ini dilakukan dengan adanya tambahan dana dari USAID. Berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, perpanjangan program DBE3 akan difokuskan kepada empat hal. Pertama, pelaksanaan program semua BTL di semua daerah yang belum melaksanakan. Kedua, pemantapan program dengan sekolah mitra (termasuk pemantapan fasilitator, pelatihan kepala sekolah, pengawas sekolah, dan guru). Ketiga, penguatan daerah untuk melanjutkan program di SMP dan MTs. Dan, keempat, diseminasi program ke sekolah baru.
Adapun indikator perubahan yang diharapkan terjadi adalah adanya peningkatan kepemimpinan kepala sekolah, dan adanya peningkatan pengembangan profesional melalui MGMP. Dalam hal kepemimpinan kepala sekolah diharapkan mereka akan mampu memberikan dorongan terjadinya perubahan dalam pembelajaran dan mampu menunjang pengembangan profesional guru. Dalam hal pengembangan MGMP diharapkan terjadi tiga hal: tersusunnya program yang baik untuk menunjang perubahan di kelas, terancangnya berbagai kegiatan yang menarik dan praktis, dan terdorongnya berbagai perubahan di kelas.
Mohon Perpanjangan DBE3
Di hari kedua (Rabu, 26 Januari) acara dimulai tepat jam 08.00. Session pertama berlangsung hingga jam 09.45 dengan menampilkan laporan dan presentasi dari Provinsi Sumatera Utara, Jawa Barat, dan Jawa Timur. Presentasi dari ketiga provinsi ini menampilkan beberapa kesamaan, yaitu telah berhasilnya program replikasi oleh para DF (Distric Facilitator), dan semakin banyaknya sekolah non mitra yang melakukan replikasi baik BTL 2 maupun BTL 3. Ketiga provinsi itu pun menampilkan upaya-upaya lain – khususnya alternatif pendanaan – setelah program DBE3 selesai di akhir tahun 2011. Upaya itu pun sama: penambahan dana replikasi dan pelatihan lainnya dari berbagai sumber seperti APBD, BOS, dan CSR (Corporate Social Responsibility), dan dukungan kelembagaan baik dari DPRD, Bappeda, Kementerian Agama, maupun Dinas Pendidikan setempat.
Seusai coffee break pada jam 10.15 laporan dan presentasi terhenti sejenak karena kedatangan tamu sekaligus tuan rumah, yaitu Saefullah Yusuf yang merupakan wakil gubernur Jawa Timur. Dalam pidatonya yang penuh inspiratif, wakil gubernur itu meminta Stuart Weston (petinggi DBE 3 di Indonesia) agar menyampaikan kepada pemerintah Amerika bahwa program DBE3 mohon diperpanjang.
“Jika perlu sampai lima belas tahun,” usulnya. Alasannya cukup rasional. Seraya mengutip isi pidato presiden Obama saat kunjungannya ke Indonesia, Yusuf menegaskan bahwa pembangunan pendidikan tak mungkin dapat ditempuh hanya dalam waktu lima tahun. Gayung pun bersambut. Stuart Weston akan menyampaikan permohonan tersebut kepada pimpinannya yang lebih tinggi.
Setelah wakil gubernur Jawa Timur menyampaikan pesan-pesannya, acara presentasi pun dilanjutkan. Tampil berturut-turut perwakilan dari delegasi provinsi Jawa Tengah, Banten, dan Sulawesi Selatan. Dalam presentasi tersebut setiap daerah menampilkan semua kelebihan dan prestasi yang telah mereka capai. Pada umumnya, di ketiga provinsi tersebut dilaporkan telah terjadinya berbagai kemajuan pendidikan, seperti: siswa menjadi lebih aktif belajar, lebih senang mengikuti pelajaran, alat peraga atau media pembelajaran yang digunakan oleh guru menjadi lebih bervariasi, dll.
Pencapaian dan Inovasi DBE3 di Jawa Barat 
Secara umum setiap provinsi yang melakun presentasi dalam rapat mampu menampilkan pencapaian dan inovasinya. Setiap provinsi pun memiliki stand-stand khusus yang memajang bukti-bukti fisik pencapaian dan inovasi tersebut. Khusus bagi DBE3 yang dilaksanakan di Jawa Barat perlu dicatat pencapaian dan inovasi yang cukup menonjol. Implementasi program DBE3 secara umum di Jawa Barat terdiri dari empat hal, yaitu:
·  Seluruh program (sesuai rapat nasional sebelumnya) sudah terimplementasi di 6 daerah mitra DBE3 di Jabar,
·  Paket BTL4 sedang berjalan di Bogor, Karawang, Indramayu, dan Garut. Paket BTL3 berlangsung Januari-Februari di Sukabumi dan Subang,
·  Diseminasi telah dilaksanakan melampaui target, baik untuk guru non 5 mata pelajaran di sekolah mitra, guru-guru 5 mapel di sekolah non mitra, maupun di luar daerah mitra (Purwakarta, Tasikmalaya, Cimahi, Bandung Barat, Cirebon, Kab. Bandung, Kota Bandung, dan Sumedang), dan
·  Dana pendamping daerah, untuk mendukung replikasi, sudah terserap sesuai dengan rencana.
Dampak perubahan setelah kiprah DBE3 terlihat dan terasakan baik di kalangan siswa, guru, maupun lingkungan sekolah. Kabupaten Garut dalam hal ini menampilkan contoh testimoni yang disampaikan oleh guru. Testimoni ini boleh dikata merupakan cerminan dari semua sekolah mitra dan non mitra. Selain itu beberapa contoh perubahan yang terjadi pada siswa ditampilkan dalam stand pameran.
Beberapa pencapaian yang menonjol di Jawa Barat diantaranya adalah seluruh siswa di sekolah mitra ternyata mampu mencapai kelulusan UAN sebesar seratus persen dan prestasi serta reputasi sekolah mitra menanjak secara pesat. Hal ini dicontohkan oleh SMPN 2 Jalancagak Subang dari berubah dari sekolah pinggiran menjadi nomor 1, SSN, terpilihnya beberapa guru model, mampu melakukan kerja sama dengan Inagreen, dilirik sebagai mitra British Council, dan kepsek menjadi yang terbaik di daerahnya. Sekolah yang berada di wilayah Kementerian Agama pun memperlihatkan pencapaian menonjol, misalnya MTsN Al-Ahliyyah Karawang. Di MTs ini guru telah “menyulap” gudang menjadi laboratorium dan USAID menyumbang laboratorium komputer canggih karena kinerja sekolah yang membanggakan, prestasi siswa naik, dan mampu melakukan kerja sama degan perusahaan topi dan minuman.
Selain itu masih banyak pencapaian menonjol lainnya. Pada bagian akhir pertemuan dilakukan diskusi perencanaan program kerja. Diskusi perlu dilakukan sebab berkaitan dengan rencana ke depan, sumber anggaran, besar anggaran, waktu pelaksanaan, dan kondisi yang harus terjadi agar rencana terlaksana.
Setidaknya terdapat enam isu aktual yang dibicarakan dalam diskusi. Pertama, membicarakan tentang perlu tidaknya dibentuk Tim Pengembang Mutu Pendidikan di tingkat Kabupaten. Kedua, membicarakan tentang perlu tidaknya dikeluarkan Surat Edaran oleh Dinas/Lembaga terkait agar setiap sekolah melaksanakan pembelajaran yang aktif dan bagaimana upaya melakukan monitoringnya. Ketiga, perlukah dibuatkan semacam SK untuk para fasilitator daerah? Keempat, perlukah diadakan penambahan jumlah fasilitator daerah? Kelima, rencana replikasi BTL baik berupa pelatihan, workshop, studi banding, magang, pendampingan, showcase, dll. Dan, keenam, perlunya mengembangkan inspiring teacher.
DBE3 National Meeting di Hotel J.W. Marriott Surabaya, provinsi Jawa Timur telah berlangsung meriah dan menghasilkan berbagai rencana menjanjikan. Mari kita tunggu bagaimana realisasinya.

Supriyanto, S.Pd., M.M.Pd. adalah Kepala Seksi Tenaga Teknis Bidang Pendidikan Menengah Dinas Pendidikan Kabupaten Indramayu Jawa Barat.


UN 2014 Digelar 14 April
Ujian Nasional (UN) 2014 akan diawali untuk jenjang SMA/MA, SMK/MAK, dan SMALB pada 14 April 2014. Kemudian, disusul UN untuk jenjang SMP/MTs dan SMPLB pada 5 Mei 2014.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Mohammad Nuh mengatakan waktu pelaksanaan UN disesuaikan dengan kegiatan nasional salah satunya pemilu legislatif yang digelar 9 April 2014.
"Kami pertimbangkan jadwal UN dengan kegiatan-kegiatan nasional lain," ujarnya.
Menurut Nuh, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) sudah menyiapkan berbagai antisipasi untuk menghindari peristiwa keterlambatan pencetakan naskah UN yang berujung kekisruhan pada pelaksanaan UN tahun ini. Salah satunya, memasukkan percetakan yang pernah bermasalah ke dalam daftar hitam.
Ia mengungkapkan Kemdikbud juga akan memperketat spek teknis dari percetakan yang akan ditunjuk, yakni dari sisi kemampuan percetakan, kesesuaian dengan aturan main, kapasitas mesin, dan manajemen percetakan.
"Kami juga memberi waktu cetak yang lebih memadai. Kalau bulan April lalu hanya tiga minggu, maka akan dibuat lebih leluasa meskipun punya konsekuensi pengamanan," katanya.
Terkait adanya percetakan yang mencetak naskah UN sekaligus kartu pemilu, Nuh berpendapat tidak masalah. Pihaknya akan mempertimbangkan tingkat kemampuan percetakan.
"Kartu pemilih dan naskah UN sama-sama dokumen negara, tapi tingkat kerahasiaannya berbeda. Naskah UN, isinya tidak boleh dilihat," ujarnya.
Secara berturut-turut, mata pelajaran umum yang akan diujikan dalam UN yang dimulai 14 April 2014 adalah Bahasa Indonesia, Matematika, dan Bahasa Inggris, serta terakhir mapel IPA untuk SMP/MTs/SMPLB. UN susulan SMA/MA dan SMK/MAK digelar pada 22-24 April 2014. Sedangkan UN susulan SMP/MTs/SMPLB digelar 12-16 Mei 2014.
Mohammad Nuh sudah mengeluarkan Peraturan Mendikbud (Permendikbud) Nomor 97/2013 tentang Kriteria Kelulusan Peserta Didik dari Satuan Pendidikan dan Penyelenggaraan Ujian Sekolah/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan dan UN. Permendikbud itu mengatur tentang pelaksanaan UN 2014.
Presentase Nilai Rapor Naik
Secara terpisah, anggota Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) Teuku Ramli Zakaria mengatakan komposisi kelulusan siswa dalam UN 2014 masih sama dengan 2013, yaitu 60 persen nilai UN dan 40 persen nilai sekolah. Namun berbeda dengan UN 2013, untuk 2014, presentase nilai rapor dibuat lebih tinggi dari nilai ujian sekolah yakni 70:30.
Menurut Ramli, pemerintah menaikkan presentase nilai rapor demi mengantisipasi pihak sekolah melakukan dongkrak nilai ujian sekolah.
“Presentase nilai rapor dinaikkan karena rapor adalah hasil penilaian berkelanjutan dari kelas I-III, sedangkan nilai ujian diperoleh seketika saat itu. Sehingga, nilai rapor lebih menunjukkan kemampuan anak sebenarnya,” ujar Ramli, Kamis (21/11)
Ramli menjelaskan dalam UN ada dua nilai penentu yaitu nilai sekolah (NS) dan nilai akhir (NA). NS adalah gabungan nilai rapor (70 persen) dan nilai ujian sekolah (30 persen). Sedangkan, NA adalah gabungan NS dan nilai UN. Seorang siswa dinyatakan lulus bila memenuhi dua faktor yaitu pertama, NA setiap mata pelajaran yang diujianasionalkan paling rendah 4,0. Kedua, rata-rata NA untuk semua mata pelajaran paling rendah 5,5.
“Secara garis besar tidak berbeda dari UN tahun ini. Hanya saja, nilai rapor dinaikkan dari 60 persen menjadi 70 persen,” ujar Ramli.

Dia mengatakan nilai rapor akan dikirim ke panitia UN pusat lebih awal dibandingkan nilai ujian sekolah. Nilai rapor yang diserahkan untuk SMP/MTs/SMPLB/Paket B serta SMK/MAK dan Paket C Kejuruan adalah nilai semester I-V untuk. Sedangkan, untuk SMA/MA/SMALB, dan Paket C menyerahkan nilai rapor semester III-V.

widgeo.net